Total Tayangan Halaman

Selasa, 21 Juni 2011

Ruyati, Melinda Dee, dan Meranti


Ruyati, Melinda Dee dan Meranti

            Dalam acara Jakarta Lawyers yang ditayangkan oleh salah satu TV Swasta nasional Juru Bicara Kementrian Tenaga kerja ditertawakan oleh tamu dan narasumber yang hadir pada saat itu karena saat ditanyakan berapa jumlah WNI yang dalam ancaman hukuman pancung Sang Jubir yang kelihatan tidak meyakinkan itu tidak tahu berapa jumlah pastinya. Hal ini menimbulkan gelak tawa lelucon yang sesungguhnya sangat menyakitkan bagi rakyat ini. bagaimana Kementrian tenaga kerja bekerja kalau masalah data saja dia tidak tahu. Maka pantaslah kalau Ruyati mengalami kejadian tragis di Arab Saudi. Keluarga Ruyati binti Satubi  asal Subang Jawa Barat daerah yang merupakan sentra pemasok TKI terbesar di Indonesia mungkin tidak pernah membayangkan jika kejadian tragis ini menimpa  Ibu mereka. Namun secara sadar atau tidak keluarga Ruyati dan kita Rakyat Indonesia harus sudah menyadari bahwa hidup di bawah negara bernama Indonesia harus siap menerima ketidakadilan.
Ruyati menurut data dari Migrant Care adalah orang ke-28 yang menjalani hukuman pancung di Arab Saudi.
            Sementara itu  Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarty menilai eksekusi hukuman mati tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia, Ruyati binti Satubi, merupakan tamparan bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kematian Ruyati telah menunjukan bahwa Presiden telah gagal melindungi hak asasi buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri. Inilah mengapa ketika SBY berpidato publik tidak bisa  menerima secara positif, SBY hanya sibuk berkutat dengan pencitraan diri dan partai Demokratnya. Tragisnya, pemancungan terhadap Ruyati ini tidak berselang lama dengan pidato Presiden SBY di Sidang ILO ke-100 pada 14 Juni lalu tentang sudah berjalannya mekanisme perlindungan pada tenaga kerja Indonesia (TKI)
            Sementara itu TKW lainnya Darsem masih menunggu uang tebusan untuk pembebasan dirinya di Arab Saudi. Darsem yang melakukan pembunuhan untuk membela dirinya ketika akan diperkosa oleh majikanya masih menunggu hingga 7 Juli batas penyerahan uang tebusan sebesar 4.7 Miliar.  Darsem membunuh karena membela kehormatan dan harga dirinya
            Parahnya kini di Indonesia semua pihak sibuk saling menyalahkan  DPR RI mendesak agar Mentri Luar negeri mundur dari jabatannya. Moratorium yang dianggap sebagai jalan keluar selama ini pun dalam impelmentasinya tidak pernah dilaksanakan. Setiap  bulannya ribuan TKI/TKW di kirim ke luar negeri. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) diminta bertanggungjawab atas terjadinya kasus hukum pancung atas tenaga kerja Ruyati di Arab Saudi. BNP2TKI juga dinilai gagal selama ini dalam bekerja. hukuman pancung atas Ruyati, ini seharusnya menjdi momentum untuk memperbaiki pengiriman tenaga kerja ke Luar negeri. Reformasi di seluruh jajarannya dari hulu hingga hilir. Ruyati menjadi tamparan besar bagi pemerintah dan bangsa ini jangan sampai itu menjadi sia-sia jika kita tidak memperbaiki semua kerusakan ini, tidak ada yang tidak bisa asalkan semua pihak berkomitmen untuk satu tujuan.  Perusahaan  – perusahaan  pengiriman TKI, banyak mendapatkan keuntungan. Harusnya mereka menyeleksi negara tujuan sehingga kewajiban memberikan perlindungan kepada pekerja dapat berkembang menjadi memberikan perlindungan terhadap hal yang lebih universal, yaitu hak hidup manusia.
            Lain lagi dengan Melinda Dee tersangka kasus pembobolan nasabah Bank Citibank ini  bahkan mendapat perlakuan istimewa jauh dari statusnya sebagai tersangka penipuan. Jamkesmas untuk orang miskin di dapatkan  untuk operasi radang payudara walaupun pengacaranya memungkiri hal ini. sementara ribuan warga negara Indonesia untuk berobat saja tidak bisa walaupun sudah mengantongi Jamkesmas. PNS dengan Gaji tinggi bahkan bisa menempati tempat tidur layak di Rumah Sakit dengan Asuransi Kesehatan. Entah karena kekurangan dana atau memanfaatkan yang bukan haknya. Ketidakadilan bagi Suyati dan Darsem. juga bagi ribuan eks TKW/TKI yang sekarang hidup di bawah jembatan di Arab Saudi.
            Ironis dan menyakitkan. Lagi-lagi korbannya Perempuan mana perlindungan negara terhadap Perempuan? Dan tak jauh dari kita di  Pekanbaru Puluhan Mall dan perusahaan turut memperkejakan perempuan tanpa perlindungan kenyamanan kerja. Sadar atau tidak mereka telah menjadi korban ekploitasi oleh perusahaan. benar adanya bahwa saat ini Manusia tengah memperalat dan mengeksploitasi satu sama lain.
            Juga bagi ratusan Ibu-ibu di Pulau Padang Kabupaten Meranti ketika akan mengambil kayu untu memasak malahan mereka di kejar oleh anjing-anjing perusahaan. Tanah nenek moyang mereka akan habis. Areal PT. RAPP di Kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar merupakan hutan gambut di kedalaman lebih dari 3 meter yang seharusnya dilindungi dan bukan sebaliknya. Hasil dari penelitian beberapa LSM di Kabupaten Meranti mengatakan jika pembangunan Perusahaan itu tetap dilanjutkan maka 50-60 tahun lagi Meranti akan tenggelam. Lalu dimana lagi kita akan menemukan sejarah, kisah nenek moyang masyarakat Meranti jika tanah itu hilang. Keserakahan telah mengorogoti pemerintah hingga tulang belulang.
 Ruyati, Melinda dee, Meranti cerita panjang di Negeri ku Indonesia 

Bangkit Pemuda selamatkan Indonesia
(Ria Bustanudin)
 riabustanudin@gmail.com / www.ria-bustanudin.blogspot.com / ria_ca44@yahoo.com (fb)

Senin, 20 Juni 2011

Ruyati, Mana tanganmu Ukhti?

Ruyati  = Tenaga kerja Wanita asal Indonesia di hukum pancung di Arab Saudi
Darsinem = akan dihukum pancung dan akan bebas jika bisa membayar ganti sebesar kurang lebih 4 Milyar
Ratusan Eks TKW Indonesia Tinggal di bawah Jembatan di Arab Saudi, terlantar dan tidak bisa pulang

Ibu-Ibu yang mengambil kayu untuk memasak di dapur dikejar ole...h anjing-anjing perusahaan (penjajah) di Pulau padang Kab Meranti

ribuan pekerja wanita di negeri ini jauh dari mendapat perlindungan jaminan kerja (kesehatan, perlindungan, jaminan cuti ketika mendapat %E%$, dan lain-lain yang dilalaikan perusahaan)

Mana aksi kita untuk mereka ????
mana diskusi2 yang membuahkan pemikiran-pemikiran baru untuk bangsa ini, mana forum-forum penyelamat untuk negeri ini ??????
mana tangan-tangan lembut yang biasa mengusap kepala anak yatim dan jalanan yang jumlahnya puluhan ribu di negeri ini

terkadang kita suka mencemooh mereka yang turun aksi..
(setidaknya ada aksi dri mereka)

tanya diri Apa yang telah kita lakukan???
masih berkutat di Internal saja... lebur dalam keegoan **
bangkitlah pemuda selamatkan Indonesia

Kamis, 16 Juni 2011

Ria's Poem


Ketika ada yang salah
maka perbaiki
ketika ada yang tak pada tempatnya
betulkanlah
ketika semua ribut
maka senyaplah
ketika semua diam
maka berbuatlah

jangan biarkan diri sama dengan yang lainnya
jadilah beda
bukankah keistimewaan ada karena ada yang berbeda

_di kota ku Pekanbaru yang (tumben) dingin_

HTI diPulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Antara tidak berdayanya Masyarakat dan Arogansi Perusahaan (Presma UIR)

HTI diPulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti,
 Antara tidak berdayanya Masyarakat dan Arogansi Perusahaan


Polemik mengenai pembukaan hutan tanaman industri (HTI) di tiga pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti sampai hari ini tak kunjung selesai, Pro kontra pembukaan lahan HTI ini belum ada tanda-tanda akan segera reda, Pihak perusahaan PT. RAPP yang telah mengantongi izin dari Menteri Kehutanan RI merasa tidak bersalah, Sementara masyarakat di sekitar areal pembukaan lahan bersikukuh tidak rela hutannya digunduli perusahaan dan ditanami akasia.
Semua punca masalah bermula semenjak Di keluarkanya Surat SK IUPHHK-HTI defenitif melalui keputusan menteri kehutanan Nomor: SK.327/MENHUT-II/2009 Tanggal 12 Juni 2009. Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Riau Andalan Pulpand Paper (PT RAPP) termasuk di Kabupaten Kepulauan Meranti, SK Menhut tersebut tentu tidak begitu saja turun tiba-tiba. Izin itu pastilah didukung oleh rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, apapun bentuk surat dukungannya.
            Kalau kita melihat dengan seksama ada beberapa permasalahan mendasar yang terjadi, PERTAMA ada kejanggalan dan cacat Administrasi dalam proses perizinan dan Penerbitan SK MENHUT 327/2009 yang di keluarkan menteri kehutanan tanggal 12 juni 2009. Kejanggalan dalam proses perizinan ini banyak sekali kita temukan dalam proses sampai keluarnya SK ini, antara lain:
1.      Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penambahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.
2.      Keputusan Menteri Kehutanan tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.
3.      Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan/penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi)
KEDUA, Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 dan Keppres no 32 tahun 1990, jelas mengatakan menyatakan bahwa semua area gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, harus diperuntukkan bagi daerah lindung, dan tidak boleh alih fungsikan. Jelas aturan ini bertentangan dengan yang terjadi di lapangan, Konsesi yang diajukan PT. RAPP lewat anak perusahaannya jelas berada di atas lahan-lahan gambut, yang pembentukannya sudah sejak ribuan tahun lalu. Dalam asesmen tentang pengaruh dampak lingkungan di area konsesi tersebut dinyatakan bahwa kedalaman area gambutnya setidaknya lebih 4 meter. Paling tidak ketebalan lahan gambut di pulau Padang, kedalamannya mencapai 12 meter (Brady 1997).
KETIGA, Pulau padang yang memiliki total luas 110.000 hektar menurut SK Menhut No 327 sebanyak 43.000 hektar menjadi wilayah konsesi RAPP, atau sekitar 40% dari total Luas keseluruhan pulau. Padahal pulau ini dihuni sekitar 40.000 jiwa penduduk yang tersebar di 13 Desa/kelurahan, bisa dipastikan wilayah konsesi ini juga termasuk kebun – kebun dan lahan masyarakat yang ada disekitar wilayah konsesi perusahaan. Sehingga lahan yang diperuntukan bagi masyarakat untuk bercocok tanam dan mengembangkan pertanian akan semakin tergusur.
Menyikapi Permasalahan ini Kita memang patut risau, karena konflik dilapangan sudah mengarah menjadi konflik horizontal, yang tenetu kalau di biarkan akan menimbulkan korban jiwa. ketika pihak yang seharusnya menyelesaikan permasalahan ini, tak kunjung bicara. Padahal baik pemerintah daerah kabupaten dan provinsi maupun lembaga DPRD memiliki alat kerja yang bisa membantu mencarikan jalan keluarnya atas permasalahan ini. Bukannya anggota dewan kita DPRD, baik kabupaten maupun provinsi, bias mendengar dan mengumpulkan aspirasi dan kehendak masyarakat yang selama ini selalu dirugikan. Mungkin setelah timbul korban jiwa semua pihak baru serius menyelesaikan masalah ini.

Kalau tujuan investasi HTI ini bertujuan demi kelancaran pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengapa harus dengan Hutan Tanaman Industri. Karena dalam sejarah panjang HTI di propinsi riau, tidak ada kaitan langsung keberadaan perusahaan dengan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar wilayah konsesi. Karena yang menikmatinya justru adalah penduduk pendatang dan para pejabat yang mendapat fasilitas dari perusahaan, masyarakat tempatan hanya menjadi penonton dan pekerja kasar. 

Mengapa pemerintah tidak mencari cara lain kalau untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar, ada banyak solusi yang ada dengan menyesuaikan dengan potensi yang ada di masyarakat, misalnya dengan membuka perkebunan Sagu dan karet yang jelas-jelas ramah lingkungan serta bisa memberdayakan masyarakat sekitar.

Sekali lagi kita bertanya, ada kepentingan apa dibalik semua ini, apakah Gubernur Riau, Bupati dan DPRD memang sudah mati rasa terhadap keluh kesah dan penderitaan masyarakat, atau mereka terkalahkan oleh arogansi sang kapitalis Perusahaan, yang setiap saat menumpuk kekayaan pribadi dengan mengeruk kekayaan alam dan menebar kesengsaraan diBumi Pertiwi yang kita cintai.

Apakah kita diam dan berpangku tangan? Membiarkan alam dirusak dan di hancurkan oleh segelintir orang, dan kita semua yang akan menuai semua akibat yang terjadi jika alam sudah tidak bersahabat. Semua tergantung kita, diam membisu? Atau bergerak dan berbuat!!