Total Tayangan Halaman

Selasa, 01 Mei 2012

Hitam Putih Pendidikan Indonesia




Hitam Putih Pendidikan Indonesia


Net
Setiap tahun dapat kita saksikan di Indonesia, dan mungkin memang hanya di negeri ini saja, selepas pengumuman kelulusan ujian nasional (UN) maka dapat kita lihat pemandangan yang membuat miris. Ratusan bahkan ribuan pelajar tumpah ke jalanan, melakukan aksi corat-coret baju seragam dengan berbagai warna, selepas melakukan itu maka mereka akan konvoi berkeliling dengan sepeda motor yang tentu saja akan membuat macet jalanan. Kegembiraan setelah mendapat pengumumam kelulusan ini akan bertolak belakang dengan teman teman mereka yang justru gagal melaksanakan ujian, bahkan banyak diantara mereka memilih jalan pintas akibat kekecewaan itu dengan bunuh diri. Belum lagi melihat “hobby” tawuran anak Indonesia yang sudah sangat parah. Menjadi kebiasaan yang sukar sekali dihilangkan. Lalu coba lihat lagi maraknya seks bebas yang dilakukan oleh anak anak negeri ini bahkan tak jarang di lakukan dilingkungan sekolah.
 Ironi sekali melihat produk dari hasil belajar selama 12 tahun duduk di bangku sekolah. Apakah ini yang diajarkan di sekolah –sekolah di negeri ini. Maka patutlah jika sekarang pemerintah masih berkubang mencari bentuk sistem pendidikan bahkan terkesan meraba raba. Masih  dipertanyakan sistem yang mana yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia, mengapa Negara ini masih “memproduksi” koruptor yang lihai hingga dikatakan bahwa korupsi adalah extraordinary crime yaitu kejahatan yang paling sulit untuk diungkap karena penjahat nya adalah orang-orang pintar.
Belum lagi bicara soal fasilitas, pembangunan yang tak merata menyebabkan akses pendidikan sukar didapatkan, Ribuan Mil dari tempat dimana sekarang kita bisa menikmati segala sesuatu nya dengan mudah maka lihatlah di sudut pelosok Negara ini jauh di lereng bukit sana untuk menempuh perjalanan ke sekolah nya mereka harus  menyeberangi sungai, melewati hutan. Semua dilakukan agar bisa sampai disekolah, maka jangan pernah kita berkhayal bahwa di sekolah –sekolah lereng bukit itu akan kita temui ruang komputer, ruang belajar layak, buku-buku.
Sebagian lagi bahkan harus menerima kenyataan bahwa bersekolah adalah sebuah mimpi yang tak akan mungkin dapat mereka jangkau, maka  keputusan menjadi pengamen, buruh, pengemis, tereksplotasi adalah pilihan yang sebenarnya bukan pilihan hidup mereka. Dari tahun 2010 saja tercatat ada 1,08 juta anak Indonesia putus sekolah, dan ada 3.03 juta jiwa yang tak bisa melanjutkan ke jenjang SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Coba kita perhatikan Undang Undang  45  pasal 31 di bawah ini yang  mengatakan bahwa :
1.       Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2.       Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3.        Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang.
4.        Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5.       Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sebegitukah miris kah realita pendidikan di negeri ini, lalu sebenarnya apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan demi persoalan negeri  ini yang seolah tak kunjung selesai. Bicara anggaran maka masih ada dalam mimpi jika anggaran itu sepenuhnya digunakan untuk kepentingan pembangunan di sektor pendidikan. Pengganggaran sebesar 20 % dari belanja negara saat ini hanya habis untuk belanja pegawai saja dan membayar gaji guru berikut perjalanan dinas  padahal dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa anggaran senilai tersebut diluar biaya operasional dan membayar tenaga pendidik. Jika ini terus dilakukan maka akan ada pengabaian hak-hak siswa untuk memperoleh perbaikan kualitas dalam proses belajar mengajar, maka hak untuk mendapat perpustakaan, buku-buku, laboratorium dan gedung layak pakai akan terus terabaikan. Belum lagi jika lagi jika kita bicara bahwa anggaran yang dinilai belum cukup itu di korupsi lagi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Coba lihat penggunan dana BOS yang diduga telah di korupsi dengan dana yang fantastis bahkan BPK mencatat ada 2.592 sekolah (62,84 persen) tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan dana pendidikan lainnya dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Nilainya mencapai Rp 625 miliar. Dana BOS Rp 28,14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya. Buku yang dibeli dari dana BOS buku Rp 562,39 juta tidak sesuai panduan, serta sebanyak 47 SD dan 123 SMP di 15 kabupaten/kota belum membebaskan biaya pendidikan bagi siswa miskin.
Net
Oleh karena itu rasanya sudah tak mungkin lagi buat kita menunggu untuk bermimpi melihat Indonesia maju, maka sudah saatnya pemerintah berhenti bermain-main dalam mengurusi persoalan pendidikan di Negara yang tercinta ini, keseriusan pemerintah menuntaskan menjadi harapan semua pihak. Sudah saatnya sekarang sistem pendidikan berubah tidak hanya sekedar menjadikan anak Indonesia cerdas secara kognitif namun yang terpenting dari itu adalah adalah bagaimana sistem pendidikan menjadikan mereka memilki nilai-nilai yang mampu terimplementasi untuk menjadikan pribadi yang mampu merasa dengan hati, pikiran dan jiwa, sehingga nilai yang didapat tidak berhenti menjadi teori saja. Ini lah yang sebenarnya tidak bisa diukur melalui ujian nasional yang menerapkan standar hanya untuk melihat kualitas dari satu sisi saja, maka jika dirasa bahwa UN yang hanya menghabiskan anggaran dan rentan dengan kecurangan ini lebih baik dihapus maka dihapus saja. Pemerintah tidak perlu memaksakan seuatu yang tidak terlalu penting. Kembalikan saja penilaian kelulusan pada sekolah, tentu ini lebih obyektif. Lalu segera mewujudkan secara penuh pelaksanaan pendidikan berbasis karakter tidak hanya dalam kurikulum saja, namun menyeluruh dan penuh. Karena tidak mungkin membentuk manusia Indonesia seutuhnya tanpa membentuk karakter. Dan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah mulai saat ini.
Lalu juga mendesak segera memenuhi kelayakan sarana pendidikan di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali, dari Sabang hingga Merauke. Karena ini penting untuk meningkatkan  Kuantitas dan kualitas pendidikan. Akses yang mudah dijangkau, bangunan yang layak pakai, sarana dan prasarana yang bermutu untuk menunjang kualitas. Juga yang terpenting adalah kualitas tenaga pendidik yang mumpuni dan menyadari tugas dan kewajibannya.
 Termasuk disini bagaimana pengawasan terhadap dana pendidikan di rasa sangat penting menjadi perhatian seluruh Rakyat Indonesia, anggaran pendidikan adalah yang terbesar, walau dirasa belum cukup, seharusnya alokasi penggunaan yang tepat mampu mengurangi angka putus sekolah, sehingga berkurang anak Indonesia yang tidak bisa mendapatkan haknya di negeri ini.
Sudah saatnya kita semua menjadi bagian dari perubahan pendidikan di Indonesia, bersama-sama dengan pemerintah tentunya. Tidak mungkin untuk kita berkerja masing-masing tapi sangat mungkin untuk kita berada digerbong perubahan itu bersama-sama. Majunya pendidikan di Indonesia adalah cita-cita yang akan terus kita bangun, karena harapan itu pasti selalu ada.
Majulah Pendidikan, Maju lah negeri ku
Ria Bustanudin
Sekretaris Dept.Kebijakan Publik KAMMI Daerah Riau