Total Tayangan Halaman

Minggu, 17 Juni 2012

Kenapa harus marah Ria

Alhamdulillah hari ini masih diberi Allah kemudahan dan rezeki untuk menjalani aktifitas seperti biasanya, teringin pula hati kembali menulis tentang sesuatu yang terasa, walau saya tak tahu apa gunanya semuanya ini. Tapi itulah passion, itulah cinta, semuanya tak bisa ditebak, semuanya tak bisa direncanakan semuanya akan mengalir begitu saja, begitupun kesukaan pada kegemaran yang satu ini. Yak.. menulis, bagi seorang Ria menulis adalah sahabat, ada gairah, ada kekuatan dimana ketika lisan sulit untuk mengatakan sesuatu maka tulisan ini menjadi sahabat yang tak tergantikan. 

********
Kenapa harus marah Ria

       Seiring berjalannya waktu semakin banyak saja yang terasa makin menyesakkan perjalanan ini, ketika semuanya terasa semakin menjadi extraordinary, bahkan untuk menterjemahkan pun rasanya sulit sekali, seperti sakit di kepala ini yang tak kunjung hilang, walau telah ditangkal dengan minum juice tanpa gula dan susu, beristirahat cukup, mencari cela agar bisa sejenak untuk menghilangkannya, ke dokter bukan lah jawaban untuk menjawabnya karena dokter pun pasti tahu, resep sesungguhnya ada pada diri sendiri  ku. Tanpa harus ke sana pun aku sudah tahu apa jawabanya semua ini, tapi entah mengapa aku masih membiarkan dia si sakit itu ada di sini.
Aku sebenarnya yakin bahwa aku hanya tengah diuji oleh Allah dengan sedikit kesulitan, bukankah diluar sana jauh di sudut-sudut keremangan  malam itu lebih banyak yang diuji oleh Allah jauh berkali lipat dari apa yang kuhadapi ini. Lalu  buat apa aku marah dengan semua keadaan ini, buat apa aku menangis ketika semuanya hanya sedikit  terasa menyesakkan, bukan kah semua nya harus dihadapi mengapa aku harus bersedih, mengapa aku harus meratapi apa yang terjadi jika disini. Sesungguhnya  persoalan itu satu persatu mulai terurai sedikit demi sedikit menuju ke hulu meninggalkan mu,
Teringat ketika aku  berkelahi dengan anak tetangga maka kami kakak beradik saling membela, balas memukuli anak itu, yang kemudian anak itu bisa kita kalahkan karena dia tak punya adik atau kakak yang akan membantunya, tapi lihatlah ketika itu kita mampu tetap survive, Sepeda yang dibelikan untuk kita satu perorang tak lupa diberi boncengan agar bisa membawa si Gendut Puput dibelakangnya, dan papa juga selalu menambahkan keranjang didepannya agar kita bisa menaruh mainan atau minuman ketika pergi bermain.  Tak ada ketakutan ketika itu untuk melawan mereka yang menyakiti ku atau adikku, dengan beraninya kami menantang mereka satu persatu, ketika mainan kami dirampas, maka kami akan merebutnya kembali. Hmm.. semua tentang keberanian  juga semuanya tentang hal yang menyenangkan di masa lalu ku, ketika kebersamaan menjadi tolak ukur kebahagiaan itu, kini setelah hampir beberapa tahun kita disibukkan dengan semua aktifitas maka entah mengapa beberapa bulan ini kita kembali menjadi dekat  lagi, kesibukkan pun mampu kita kalahkan untuk bersama kita hadapi.
Lalu mengapa aku juga harus marah pada mereka yang tak peduli pada ku, bukan kah mereka juga paling tahu bahwa aku adalah orang yang paling tak pedulian dengan mereka. Atau saat ini kesibukan kami masing-masing telah menyita ribuan perhatian yang aku harapkan ketika aku merasa bahwa betapa semua ini menyakitkan.
Hufftttt lagi – lagi tulisan tentang keluhan, tentang hal – hal kecil yang diperbesarkan.. hmmm.. k apankah bilanya aku menjadi seseorang yang kuat, tidak cengeng, dan berani menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Ternyata aku masih sama penakutnya seperti dulu, bahkan untuk mematahkan sebatang sumpit yang terbuat dari bamboo dalam acara TOT Kemenpora setahun yang lalu saja aku tak berani, ketika ratusan peserta saat itu bisa dengan mudahnya mengapa untuk satu sumpit saja aku tak mampu, dan lebih parahnya untuk memecahkan sebuah balon saja aku tak berani.
Hmmm. Kapankah waktu untuk menjadi berani itu datang, kapankah bisa aku tidur dengan mematikan lampu kamar sendirian, jika bayang-bayang kengerian di hari pertama pisah tidur dengan Nia itu tak pernah bisa hilang dalam hidupku.  lalu kapan aku bisa berfikir bahwa jika Allah telah mentakdirkan kecelakaan maka di mana saja bisa terjadi, lalu mengapa jika setiap melewati lokasi tempat kecelakaan itu aku masih ketakutan, bulu kudukku berdiri, ketakutan itu makin menjadi-jadi. Bahkan tak jarang aku bergidik dan berteriak sendirian.. Oh ya Allah adakah orang yang lebih penakut dari pada ku. Siapa kah yang mampu mengajari ku untuk menjadi berani, jika aku selalu saja merasa disini sendirian, dalam ruang fatamorgana ini.
 Kapan kah aku menjadi benar-benar kuat menantang  kehidupan ini. Kapan kah semua ketakutan itu hilang, ketakutan akan dikecewakan, ketakutan akan ditinggalkan, disakiti, dan dikhianati. Bukankah banyak hal telah aku lewati, bahkan sakitnya jarum suntik berisi cairan pedih yang masuk ke tubuhku selama 4 hari itu telah aku rasakan, bukan kah aku telah melewati lorong – lorong ruang operasi itu, bahkan pernah dua kali berada di sana dalam keadaan “mati” bukankah telah lewati rangkaian  kengerian itu, lalu mengapa masih saja masih jadi penakut, takut menghadapi kenyataan.
Dan jangan pernah marah tentang semua yang pernah terjadi kemarin, keluarga ini,  dan mereka., hadapi hidup ini, hanya dalam hitungan bulan saja kau akan segera meninggalkan mimpi buruk  ini, maka berjalanlah Ria, semua mimpi-mimpi itu satu persatu telah terwujud… lihatlah Ria bukalah matamu, bukan kah satu persatu cita-cita telah hampir tersingkap, dan sinarnya telah menyilaukan mata, lalu kenapa harus takut untuk menyingkap tirai-tirai itu. Come on  Ria.. bukankah nasehat  bintang tadi malam telah cukup untuk meyakin kan mu.. lihatlah pagi ini dia keletihan karena tadi malam menemani untuk menyeka air mata, tak kan ingin kau senangkan hati nya sedikit saja, ayo lah Ria.. semua cita-citamu tentang konfigurasi itu harus diwujudkan.
Mereka menantimu. Bukankah ada Allah disini Ria, yang tak pernah meninggalkan mu barang sedikit saja, ketika  perawat itu memapahmu ke dalam ruang operasi, ketika mereka menyuntikkan cairan yang membuat mu tak sadar yang pedihnya melewati tenggorokan dan membuat mu mual lalu saat kau tak sadarkan diri bukankah Allah telah mengenggam tangan mu bahkan memberi bonus dengan kehadiran mama di saat kau sadar, Allah yang tak pernah menyakitimu bahkan Dia yang mengobati luka yang ditorehkannya, mereka yang terus saja tak pernah bosan memberi mu rasa sakit.
Dia yang membalutnya dalam sebuah janji yang telah pasti, dia yang mengabulkan doa-doa mu tentang semua ini  tentang kelukaan ini, tentang semua yang terjadi ini. Ria.. yakinlah.. buanglah semua ketakutan itu, hadapi mimpi, berdirilah di bawah matahari itu dan lihatlah keatas, bahwa disana semua keharuman itu telah disediakan. Disini bersama cinta Allah, cinta Murobbi mu, cinta keluarga ini, cinta saudara-saudara ku di KAMMI. Hey.. lupakan mereka yang membuat mu sedih, buang lah buruk sangka kepada mereka yang pernah menyakitimu, hapuslah semua kenangan yang menyakiti mu, maafkan lah mereka, maka siap-siap lah menjemput cita-cita itu..

Pekanbaru, 15 Juni 2012
Di semua kenangan tentang ketakutan yang tengah (belajar) untuk ditinggalkan