Alhamdulillah
hari ini masih diberi Allah kemudahan dan rezeki untuk menjalani aktifitas
seperti biasanya, teringin pula hati kembali menulis tentang sesuatu yang
terasa, walau saya tak tahu apa gunanya semuanya ini. Tapi itulah passion, itulah cinta, semuanya tak bisa
ditebak, semuanya tak bisa direncanakan semuanya akan mengalir begitu saja,
begitupun kesukaan pada kegemaran yang satu ini. Yak.. menulis, bagi seorang
Ria menulis adalah sahabat, ada gairah, ada kekuatan dimana ketika lisan sulit
untuk mengatakan sesuatu maka tulisan ini menjadi sahabat yang tak tergantikan.
********
Kenapa harus
marah Ria
Seiring
berjalannya waktu semakin banyak saja yang terasa makin menyesakkan perjalanan
ini, ketika semuanya terasa semakin menjadi extraordinary,
bahkan untuk menterjemahkan pun rasanya sulit sekali, seperti sakit di kepala
ini yang tak kunjung hilang, walau telah ditangkal dengan minum juice tanpa gula dan susu, beristirahat
cukup, mencari cela agar bisa sejenak untuk menghilangkannya, ke dokter bukan
lah jawaban untuk menjawabnya karena dokter pun pasti tahu, resep sesungguhnya
ada pada diri sendiri ku. Tanpa harus ke
sana pun aku sudah tahu apa jawabanya semua ini, tapi entah mengapa aku masih
membiarkan dia si sakit itu ada di sini.
Aku sebenarnya
yakin bahwa aku hanya tengah diuji oleh Allah dengan sedikit kesulitan,
bukankah diluar sana jauh di sudut-sudut keremangan malam itu lebih banyak yang diuji oleh Allah jauh
berkali lipat dari apa yang kuhadapi ini. Lalu buat apa aku marah dengan semua keadaan ini,
buat apa aku menangis ketika semuanya hanya sedikit terasa menyesakkan, bukan kah semua nya harus
dihadapi mengapa aku harus bersedih, mengapa aku harus meratapi apa yang
terjadi jika disini. Sesungguhnya persoalan itu satu persatu mulai terurai
sedikit demi sedikit menuju ke hulu meninggalkan mu,
Teringat ketika
aku berkelahi dengan anak tetangga maka
kami kakak beradik saling membela, balas memukuli anak itu, yang kemudian anak
itu bisa kita kalahkan karena dia tak punya adik atau kakak yang akan
membantunya, tapi lihatlah ketika itu kita mampu tetap survive, Sepeda yang
dibelikan untuk kita satu perorang tak lupa diberi boncengan agar bisa membawa
si Gendut Puput dibelakangnya, dan papa juga selalu menambahkan keranjang
didepannya agar kita bisa menaruh mainan atau minuman ketika pergi bermain. Tak ada ketakutan ketika itu untuk melawan
mereka yang menyakiti ku atau adikku, dengan beraninya kami menantang mereka
satu persatu, ketika mainan kami dirampas, maka kami akan merebutnya kembali. Hmm..
semua tentang keberanian juga semuanya
tentang hal yang menyenangkan di masa lalu ku, ketika kebersamaan menjadi tolak
ukur kebahagiaan itu, kini setelah hampir beberapa tahun kita disibukkan dengan
semua aktifitas maka entah mengapa beberapa bulan ini kita kembali menjadi
dekat lagi, kesibukkan pun mampu kita
kalahkan untuk bersama kita hadapi.
Lalu mengapa
aku juga harus marah pada mereka yang tak peduli pada ku, bukan kah mereka juga
paling tahu bahwa aku adalah orang yang paling tak pedulian dengan mereka. Atau
saat ini kesibukan kami masing-masing telah menyita ribuan perhatian yang aku
harapkan ketika aku merasa bahwa betapa semua ini menyakitkan.
Hufftttt lagi
– lagi tulisan tentang keluhan, tentang hal – hal kecil yang diperbesarkan..
hmmm.. k apankah bilanya aku menjadi seseorang yang kuat, tidak cengeng, dan
berani menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Ternyata aku masih sama penakutnya
seperti dulu, bahkan untuk mematahkan sebatang sumpit yang terbuat dari bamboo dalam acara TOT Kemenpora setahun
yang lalu saja aku tak berani, ketika ratusan peserta saat itu bisa dengan
mudahnya mengapa untuk satu sumpit saja aku tak mampu, dan lebih parahnya untuk
memecahkan sebuah balon saja aku tak berani.
Hmmm. Kapankah
waktu untuk menjadi berani itu datang, kapankah bisa aku tidur dengan mematikan
lampu kamar sendirian, jika bayang-bayang kengerian di hari pertama pisah tidur
dengan Nia itu tak pernah bisa hilang dalam hidupku. lalu kapan aku bisa berfikir bahwa jika Allah
telah mentakdirkan kecelakaan maka di mana saja bisa terjadi, lalu mengapa jika
setiap melewati lokasi tempat kecelakaan itu aku masih ketakutan, bulu kudukku
berdiri, ketakutan itu makin menjadi-jadi. Bahkan tak jarang aku bergidik dan
berteriak sendirian.. Oh ya Allah adakah orang yang lebih penakut dari pada ku.
Siapa kah yang mampu mengajari ku untuk menjadi berani, jika aku selalu saja
merasa disini sendirian, dalam ruang fatamorgana ini.
Kapan kah aku menjadi benar-benar kuat
menantang kehidupan ini. Kapan kah semua
ketakutan itu hilang, ketakutan akan dikecewakan, ketakutan akan ditinggalkan,
disakiti, dan dikhianati. Bukankah banyak hal telah aku lewati, bahkan sakitnya
jarum suntik berisi cairan pedih yang masuk ke tubuhku selama 4 hari itu telah
aku rasakan, bukan kah aku telah melewati lorong – lorong ruang operasi itu,
bahkan pernah dua kali berada di sana dalam keadaan “mati” bukankah telah
lewati rangkaian kengerian itu, lalu
mengapa masih saja masih jadi penakut, takut menghadapi kenyataan.
Dan jangan
pernah marah tentang semua yang pernah terjadi kemarin, keluarga ini, dan mereka., hadapi hidup ini, hanya dalam hitungan
bulan saja kau akan segera meninggalkan mimpi buruk ini, maka berjalanlah Ria, semua mimpi-mimpi
itu satu persatu telah terwujud… lihatlah Ria bukalah matamu, bukan kah satu
persatu cita-cita telah hampir tersingkap, dan sinarnya telah menyilaukan mata,
lalu kenapa harus takut untuk menyingkap tirai-tirai itu. Come on Ria.. bukankah
nasehat bintang tadi malam telah cukup
untuk meyakin kan mu.. lihatlah pagi ini dia keletihan karena tadi malam
menemani untuk menyeka air mata, tak kan ingin kau senangkan hati nya sedikit
saja, ayo lah Ria.. semua cita-citamu tentang konfigurasi itu harus diwujudkan.
Mereka
menantimu. Bukankah ada Allah disini Ria, yang tak pernah meninggalkan mu barang
sedikit saja, ketika perawat itu
memapahmu ke dalam ruang operasi, ketika mereka menyuntikkan cairan yang
membuat mu tak sadar yang pedihnya melewati tenggorokan dan membuat mu mual
lalu saat kau tak sadarkan diri bukankah Allah telah mengenggam tangan mu
bahkan memberi bonus dengan kehadiran mama di saat kau sadar, Allah yang tak
pernah menyakitimu bahkan Dia yang mengobati luka yang ditorehkannya, mereka yang
terus saja tak pernah bosan memberi mu rasa sakit.
Dia yang
membalutnya dalam sebuah janji yang telah pasti, dia yang mengabulkan doa-doa
mu tentang semua ini tentang kelukaan
ini, tentang semua yang terjadi ini. Ria.. yakinlah.. buanglah semua ketakutan
itu, hadapi mimpi, berdirilah di bawah matahari itu dan lihatlah keatas, bahwa
disana semua keharuman itu telah disediakan. Disini bersama cinta Allah, cinta
Murobbi mu, cinta keluarga ini, cinta saudara-saudara ku di KAMMI. Hey..
lupakan mereka yang membuat mu sedih, buang lah buruk sangka kepada mereka yang
pernah menyakitimu, hapuslah semua kenangan yang menyakiti mu, maafkan lah
mereka, maka siap-siap lah menjemput cita-cita itu..
Pekanbaru, 15
Juni 2012
Di semua
kenangan tentang ketakutan yang tengah (belajar) untuk ditinggalkan