Sabtu pagi ini
bersiap siap untuk mengikuti sebuah acara yang di sms oleh salah seorang akhwat
teman ku di satu organisasi, setelah selesai melakukan pekerjaan rumah , dan
urusan pribadi aku pun segera menuju ke lokasi, namun sebelumnya aku ada janji untuk menjemput
Resti dulu, kebiasaanku dari dulu jika ada kegiatan – kegiatan seperti ini aku
selalu mengajak akhwat akhwat di dekatku, aku ingin mereka dan aku sama sama
belajar setiap harinya tidak peduli seperti apa bentuk belajar nya. Aku sadar
aku tidak bisa membekali kehidupan ini
dengan teori teori di majelis atau forum bagi ku mengikut sertakan mereka dalam
kehidupan yang real jauh lebih bermanfaat. Seperti banyak nya manfaat yang aku dapatkan disini
aku pun juga ingin mereka merasakan hal yang sama.
Walau sudah
sedikit telat dari waktu yang di sms oleh temanku kami masih menyempatkan diri
untuk sarapan terlebih dahulu tidak mau mengambil resiko dengan serangan maag
yang akan menganggu aktifitas seharian ini mengingat masih banyak yang harus
aku lakukan. Semangkuk bubur ayam kami
santap dengan lahapnya. Selesai sarapan
kupacu kendaraan lansung ke tempat acara, pagi ini kami dimintai tolong untuk
menyebarkan 1000 bunga sempena dengan hari Ibu oleh Ibu Iin istri dari wakil walikota
Pekanbaru. Karena kedatangan kami yang telat rombongan telah bergerak duluan,
janjian bertemu di tugu Zapin alih alih kami putar arah kendaraan menuju Jl
sudirman setelah sebelumnya kami sempat menyusul rombongan di RS Zainab. Tak beberapa
lama kami sampai di Tugu Zapin tepat di samping Mapolda Riau. Kami akhirnya bertemu dengan rombongan Ibu ibu dari
Yayasan Peduli Keluarga pimpinan Ibu Iin sendiri. Akhirnya demi menghemat waktu
mengingat bunga yang akan di bagikan masih cukup banyak maka rombongan pun
dibagi beberapa kelompok menyebar ke berbagai pusat keramaian di Kota
Pekanbaru.
Pasar bawah pun
menjadi tujuan aku dan Resti untuk
menyebarkan bunga, sebagian kelompok ada yang ke pasar pusat, pasar pagi di Jl
Arengka. Setiba di sana setelah
memarkirkan kendaraan kami segera melangkahkan kaki menuju lapak penjual
sayuran, Ibu ibu yang ditemui kami berikan bunga, dengan tak lupa menyampaikan
salam dari Ibu Iin, tidak hanya Ibu ibu bapak bapak penjual Ikan pun ikut
meminta bunga alasannya buat dibagikan ke Istrinya dirumah.”buat orang rumah
nak..” kata sang bapak, Ibu ibu yang tidak mengerti maksud kami memberi bunga
bertanya ini dan itu, kenapa Buk Iin (sapaan
akrab Istri wakil walikota) menyebarkan bunga nak..?, bahkan ada yang request “nak
Ibuk minta yang warna merah ya..Ibu suka warna merah”, bahkan ada yang titip
salam “nak salam ya buat Ibu cahyadi ..” bahkan engkong-engkong cina yang
tengah menjaga toko pun ikut menyerbu kami, si engkong entah apa maksudnya
bahkan meminta dua tangkai.. bahkan
seorang Mbak mbak penjual koran malah meminta bunga kami untuk Ibunya yang
tengah sakit dirumah sakit. “Mbak minta ya buat Ibu saya yang lagi sakit ya..” kelakar-kelakar
penghuni pasar ini menyejukkan hati kami, kebersamaan tanpa embel embel,
yap..hanya untuk berbagi kebahagiaan di hari
ini tanggal 22 desember , walau sesungguhnya budi baik seorang Ibu tak
akan pernah bisa terbalasakan bukankah kita hanya di minta berbuat baik saja,
karena jasa ibu tak akan bisa dibalas walau laut dan isinya ditangkupkan.
Lega rasanya harus
berbagi dengan mereka semua, momen momen seperti ini tentu tak bisa kita
rasakan jika kita tidak langsung bertemu dengan mereka, ada kepuasaan yang
terpancar dari raut wajah pedagang di
pasar ini, dari masyarakat yang di
katergorikan menengah kebwah, dari orangorang yang sering kita katakan sebagai
masayarakat yang kurang pendidikannya, lalu tahu apa kita tentang kesusahan
hidup mereka, dari jerit pahit mereka, bahkan untuk menebus obat yang paling
murah sekalipun. Kita sering
membuat kajian kajian teoritis
tentang kesusahan hidup mereka, tapi semua sayangnya hanya sampai di wacana
saja tanpa eksekusi, ya..bagaimana mau eksekusi, jika mengurusi diri sendiri
kita tak selesai. Padahal sering kita katakan
di orasi orasi ilmiah yang seolah olah begitu sangat ilmiah, dengan narasi
narasi yang terlihat sangat luar biasa.lalu kapankah kita turun, kenapa terlalu
lama kita memberi alasan untuk menyentuh mereka , kita masih berkutat di urusan
internal saja, mengurus alas an alas an kemalasan kita. Ah..lalu apa bedanya
kita dengan mereka yang juga hanya sampai di konferensi atau debat tak ada
penghujungnya itu.
Teringat kembali
beberapa bulan yang lalu ketika mengawal
kegiatan SISTER di daerah Tenayan Raya daerah Badak, daerah yang mayoritas
penduduk nya membuat batu bata, bertemu dengan ibu ibu majelis taklim yang
semua nya hidup dalam kesederhanaan, bahkan Musholla pun sangat terlihat ala
kadarnya, tak ada pagar pembatas antara jalan dengan halaman, dalam keadaan
penuh dengan keterbatasan mereka tak lupa untuk senantiasa memuliakan tamu,
sajian kue sederhana tetap mereka suguhkan kepada kami, acara sore itu berakhir
dengan penuh harapan dari Ibu ibu disana, betapa mereka sudah sangat merindukan
perubahan.
Ah…kadang aku
berfikir, dan aku mulai dengan melihat realita disekelilingku, mahasiswa dengan
segala permasalahannya, urusan akademis, perkuliahan, tugas yang telah menyita kehidupan mereka dengan
realita sosial, apakah memang kehidupan kampus sekarang telah menjadi jurang
pemisah realita itu? Entah lah.. lalu ada sekelompok lagi yang sibuk berkutat
dengan organisasi namun tak pernah selesai dengan urusan urusan yang bahkan
sangat sepele, lalu sering aku bertanya apa mereka dilahirkan hanya untuk
berwacana saja,mereka yang menamai diri mereka dengan pejabat kampus pun kadang
hanya sibuk di urusan menghadiri seminar, simpsoium atau mengahdiri undangan
dan di akhir masa kepengurusan sibuk foto bareng, tidak kah amanah sekecil
apapun akan dipertanggung jawabkan di hadapanNya kelak. Ya..lagi lagi aku
berfikir bahwa masyarakat Indonesia ini adalah tipikal orang yang sangat sabar
dalam penantian, bagaimana tidak dia harus sabar melihat pertikaian elit
politik yang hidup dalam kemewahan yang selalu membawa nama _atas nama rakyat_
ke mana pun dia pergi, bahkan rakyat harus sabar menahan air liur melihat
pemimpin nya menyantap kehidupan mewah, mereka harus selalu bersabar dengan fasilitas umum yang sangat tidak layak
yang diberikan oleh pejabatnya. Namun aneh nya bapak
bapak pejabat itu masih bisa dengan bangganya mengatakan di baliho bahwa mereka
adalah sosok yang sangat merakyat, peduli dan penuh integritas dimana mereka
mengatakan itu ketika istri dan anaknya tampil mentereng meminjam uang rakyat.
Ah.. kasihannya menjadi rakyat Indonesia..
Dan kini berpuluh
tahun sejak Soeharto menjajah Indonesia ditambah pasca lengesernya ke Primbon oknum oknum penikmat uang rakyat masih banyak
di negeri ini namun beberapa muncul dengan melawan arus politik yang kejam,
mereka yang berani mengatakan tidak pada KKN, mereka yang amanah, mereka yang
tampil sederhana dan narasi narasi mereka telah terwujud dalam perilaku dan
masyarakat pun bangga pada mereka mereka yang jumlah nya sangat sedikit itu. Tentu
nya Indonesia butuh sangat banyak sosok sosok amanah itu, tidak cukup 100
tetapi harus ribuan atau bahkan jutaan.
Di hari Ibu ini
aku berfikir kembali bahwa setiap perempuan yang lahir di Indonesia ini
mempunyai “kewajiban” untuk melahirkan pemimpin pemimpin luar biasa , setiap
kita baik laki laki dan perempuan wajib berbuat baik dan menyebarkan kebaikan
itu kepada semua orang. Kita tidak bisa duduk diam saja tapi harus berbuat,
lakukan kebaikan sekecil apapun untuk mereka masyarakat yang membutuhkan
perubahan, meyuapi tentu bukan perkara
bijak tetapi memberikan kail mungkin bisa jadi alternatif untuk membuat hidup mereka lebih baik. Aku sering
terkagum kagum pada sosok Ibu ibu penggerak di sekelilingku yang luar biasa,
Ibu ibu yang tak kenal henti memberikan kebaikan, tanpa melalaikan kewajiban
sebagai seorang Istri, mereka tak pernah kenal
lelah mengajarkan kebaikan kepada orang lain,di manapun orang orang itu
berada. Tak ada keletihan dan keluh kesah pada wajah mereka.mereka yang kusebut
dengan perempuan penginspirasi untuk
hidup ku. Ah.. ibu ibu luar biasa.. seperti Mama ku yang juga luar biasa, yang
tak pernah melarang ku untuk berkarya dan berbuat untuk orang banyak. Mama dan
Ibu ibu itu luar biasa.
Dan izinkan aku berkata kepada ibu ibu pembuat
batu bata, ibu penjual kue, ibu ibu penjual koran, ibu guru, ibu ibu pemetik
sayuran , ibu penjual jamu, mohon izinkan aku dan teman teman ku yang sevisi
dengan ku atas nama kalian berjanji untuk
tetap berkarya dan berbuat, bersama sama menyonsong perubahan. Izinkan kami menyentuh kalian, senyum kalian yang jauh dari
polesan make up, jauh dari gemerlapnya eye shadow ,lipstik ,atau blus on mahal menjadi kebahagaian bagi ku.
Ria Bustanudin
Ketua Salimah kec. Tenayan Raya