Kunjungan PD KAMMI Riau ke kediaman Tenas
Effendy
Minggu, 30 Oktober 2011 PD KAMMI Riau
berkunjung ke kediaman budayawan sekaligus sastrawan H.Tennas Effendy di Pasir Putih Kampar. Kedatangan rombongan
di sambut lansung oleh laki-laki berusia
87 tahun ini. Di pendopo nya yang sejuk dan dipenuhi ratusan buku-buku dan
piagam penghargaan yang didapatnya selama ini. Lelaki yang akrab disapa dengan
panggilan Atuk ini memberi beberapa
petuahnya kepada pengurus PD KAMMI yang hadir saat itu, dia memaparkan apa dan
bagiamana sebenarnya Melayu dan bagaimana hubungan Melayu dengan Islam . Budayawan
yang telah menulis berbagai judul buku yang
termasyuhur salah satu nya adalah Tunjuk Ajar, Memilih Pemimpin dalam budaya
melayu. Menyitir fenomena yang saat ini terjadi di Riau, Atuk
Tenas Effendy merasa bahwa pemimpin di Riau ini telah meninggalkan adat, semua telah tergadai
demi kepentingan politik. Sehingga malu tak lagi pada tempatnya. Datuk
menggambarkan Pemimpin yang ideal itu seperti Bulan, mulanya kecil, lalu besar
dan kemudian bulat sempurna, indah di pandang dan kemudian menyejukkan.
Pria yang suka beranalogi ini juga
menyampaikan nasihat kepada pengurus bagaimana sesuatu yang datang kepada kita
itu harus di Ayak, dia mengkiaskan Ayakan itu menggunakan nyiru (alat untuk menampih beras yang masih di gunakan di
kampung-kampung ). Nilai-nilai untuk mengayak itu adalah Agama sehingga kita
tahu mana yang buruk dan mana yang baik Ujarnya. Atuk
pun mengatakan bahwa sebenarnya budaya Melayu itu sangatlah Islami dia
mencontohkan penggunaan baju kurung oleh orang melayu yang mana dulu baju
kurung itu bernama Teluk Belanga (nama salah satu daerah di Singapura). sebagian
orang menyebutnya Gunting Cina Baju
kurung itu digambarkan sebagian sesuatu yang dikurung (dikungkung) oleh Syara (agama)
dan adat. Seperti itu Melayu, sesungguhnya melayu itu menjabarkan nilai-nilai
islam itu sendiri.
Eddy Syahrizal mantan Ketua KAMDA Riau yang
juga turut hadir menanyakan pendapat
beliau tentang arti “Putra Daerah”, dengan lugas beliau menjawab “dia sendiri
tidak mengerti mengapa orang mengangkat wacana putra daerah, sembari bercanda
dia berkelakar “ kalau lah putra daerah itu diidentikkan oleh orang asli Riau
maka menurut saya orang asli itu adalah suku talang mamak atau suku sakai he..he..” kelakar nya ini memancing
tawa seluruh peserta yang hadir saat itu. Orang melayu sebenarnya sangat
terbuka. Ujarnya kembali
Orang melayu juga menurut Atuk adalah orang yang paling paham akan
sopan santun, tutur bahasanya lembut, dia tahu pada dirinya, juga seseorang
yang arif dan bijaksana karena menurut Atuk
lagi bahwa budaya melayu itu penuh kesantunan, menghormati orang lain. Seperti
dicontohkan dalam rumah asli orang melayu yang mana ada dua pintu, yang satu
pintu depan dan yang yang satu pintu belakang. Pintu depan untuk tamu, pintu
belakang untuk keluar masuk “orang rumah” beginilah orang melayu menghormati
tamu yang datang. Lalu dalam kesantunan tutur kata. Orang melayu bukan lah
orang yang suka blak-blak an dalam penyampaian, itulah dulu mengapa orang
melayu suka berdendang, berpantun, dan bersyair. Menyampaikan nasehat-nasehat
dalam bentuk sindiran. Ini adalah bentuk kearifan budaya yang dimilki orang
Riau. Misalnya : dalam penggunaan kalimat “banyak Siket” ini bermakna ketika
kalimat ini dilontarkan maka si penerima kalimat diberi pertimbangan untuk
memutuskan.
Selanjutnya dalam penyampaiannya pria ini memberi
motivasi untuk pengurus daerah dalam berorganisasi kunci dalam membangun
organisasi yang solid dan kokoh adalah membangun silahturrahmi dan komunikasi,
seperti memakan nasi dia menggambarkan berapa banyak orang yang terlibat dalam
proses beras menjadi nasi, mulai dari menanam oleh petani, hingga nasi tersaji
di atas meja. Begitulah juga berorganisasi. Kita tidak bisa hidup
sendiri-sendiri, hidup haruslah berbagi, selain itu Atuk juga menyarankan agar
setiap organisasi kepemudaan menggunakan
media – media yang ada mulai dari jejaring social, media cetak, hingga elektronik
untuk mensyiarkan budaya melayu ke segenap penjuru.
Gigin Ahmad Affandi, Kepala Bidang
Kebijakan Publik KAMMI Riau menanyakan mengenai apa sebenarnya Budaya Melayu
itu, apakah budaya melayu itu hanya sebatas yang selama ini ditampilkan oleh
pejabat-pejabat di Riau, lalu apa peran Dewan
kesenian melayu dalam hal mengembangkan budaya Melayu, Datuk pun menjawab “
jangan sempit memandang sesuatu, Budaya melayu bukan hanya tari-tarian atau
nyanyi-nyanyian, itu hanya lah bagian kecil dari budaya melayu, namun tak
dipungkiri saat ini banyak yang terjebak dengan pemikiran seperti itu sehingga
Melayu hanya dianggap sebagai tari-tarian atau sejenisnya, beliau berharap agar
kita tidak terkotak-kotak dengan pandangan sempit itu, Dunia Melayu adalah
Dunia Islam ada 300 Juta lebih orang melayu yang tersebar di seluruh dunia.
Terakhir Atuk berpesan bahwa jangan pernah menghampakan
harapan orang yang datang pada kita, tidak mampu membantu dengan materi
bantulah dengan pikiran atau tenaga Ujarnya menutup perbincangan siang itu.