Total Tayangan Halaman

Rabu, 09 November 2011

Memperingati Hari Pahlawan di Riau negeriku


Memperingati Hari Pahlawan di Riau Negeriku 

Peringatan 10 November setiap tahunnya terasa sama saja, bagi sebagian besar perayaan 10 November hanya diperingati sebagai Hari dimana kita mengenang jasa para pahlawan kita. Setakat itu kah?? Iya. Karena hanya itu yang  dapat kumaknai selama ini semenjak  duduk di bangku sekolah. Namun kini ketika Bangku perkuliahan memperkenalkan arti dan tentang hidup, maka aku  seperti ditampar supaya  dapat memahami lebih jauh akan arti pahlawan dan makna tanggal 10 November.
Aku bahkan tidak hapal  semua nama-nama pahlawan di Indonesia, yah..paling banter yang bisa diingat adalah Pangeran Dipenogoro dengan Sorbannya atau Bung Tomo atau  R.A Ajeng Kartini. Dan nama beberapa orang. Yah.. paling-paling yang  ku tahu dari semua pahlawan-pahlawan itu adalah perjuangan mereka membela Indonesia. Lagi-lagi hanya setakat itu. Maka setelah itu jangan kalian tanya apa-apa lagi. Karena pasti ku tidak bisa menjawab apa-apa pun lagi. Maka sudahlah..jangan kita perdebatkan lagi tentang pahlawan-pahlawan yang telah mendahului kita. Tetap saja besok kita akan memperingati Hari Pahlawan  toh tidak akan berubah.
Sekarang kita kembali kemasa kini, masa dimana kita tengah mencari pahlawan, sesseorang yang akan membawa Riau ini ke pada sebuah perubahan. Perubahan Besar, dimana tidak ada lagi yang kelaparan, tidak ada lagi yang tidak bersekolah, tidak ada lagi kesenjangan sosial dan sekian ribu tidak ada lagi.
Mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Anis matta dalam sebuah artikelnya “Jangan pernah berpikir untuk menjadi pahlawan, tanpa melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan” lalu apa sebenarnya pekerjaan pahlawan itu??? Pertanyaan yang jika anda bisa jawab maka segera beri tahu saya saat ini juga. Apakah pekerjaan mereka adalah seperti yang ditulis Anis Matta yang dikutipnya dari seorang Mansur Samin :
Demi amanat dan beban rakyat
 Kami nyatakan keseluruh dunia
 Telah bangkit ditanah air
 Sebuah aksi kepahlawanan
 Terhadap kepalsuan dan kebohongan
 Yang bersarang dalam kekuasaan
 Orang-orang pemimpin gadungan

Apakah ini??? Bisa jadi iya. Jika iya maka jangan katakan Pemimpin saat ini adalah pahlawan, tak perlu lah lagi kita elu-elukan mereka lagi, tak perlu lah lagi kita memberi  uang  untuk makan mereka, dan tak perlu lagi kita berhenti, menepi ketika mereka melewati jalanan untuk menjalankan tugas kenegaraan. Maka lepaskan saja baliho besar mereka , koyakkan saja teman karena mereka bukan Pahlawan. Karena  kerja mereka bukanlah mengerjakan pekerjaan pahlawan. Toh dulu pun Bung Tomo tidak pernah memasang baliho dimana-mana untuk diangkat menjadi pahlawan. Tak perlu pasang senyum lebar  agar  dianggap baik. Itu menjijikan.. karena kerja mereka hanya menebang ribuan hektar Pohon di Hutan Kita, membiarkan Induk Gajah dan anak-anaknya mati terkapar, kerja mereka hanya duduk didalam kantor mereka yang sejuk, kerja mereka hanya melakukan kerja-kerja kecil yang tak ada gunanya seperti FFI, PON,ISG  Konser Musik, Perayaan Tahun baru, Makan-makan. Mengambil uang dari proyek-proyek yang tidak sedikit pun tidak menyentuh kepentingan rakyat, menyeruput habis APBD/APBN untuk memberi jajan anak-anak mereka. Lihatlah kawan mereka semakin kaya saja, Istri-Istri mereka pun makin pongah, anak-anak mereka pun tak akan jauh beda. Hanya bisa pamer kekayaan orang tua. 
 Riau  di Provinsi ini tak dapat ku temui Pemimpin yang bisa dibanggakan sebagai pahlawan, mereka hanya kerumunan orang-orang rakus yang ingin harta, jabatan dan wanita. Otak mereka telah dipenuhi dengan seks sehingga sel otak telah mati dibuatnya. Sehingga apapun dilakukan untuk kepuasan sendiri. Pemimpin ku telah buta, dibutakan oleh dunia. Pekerjaan nya tak lagi melakukan kerja-kerja yang bisa aku banggakan kelak, bahkan aku ingin segera menyepaknya keluar dari tempat kerjanya. Berlama-lama di sana akan membuat hatinya beku tak dapat lagi merasa.
Bagiku Pahlawan itu adalah Ibu Tukang Parkir di Jalanan Kota yang sering aku temui
Bagiku Pahlawan itu adalah Guru ngaji dengan Peci usang di Pinggiran kampong yang setia mendidik
Bagiku Pahlawan itu adalah si Pengamen yang tetap Punya harga diri dengan tidak mengambil hak orang lain pantang Korupsi apalagi Nepotisme
Bagiku Pahlwan itu adalah mereka yang berjuang Benar-Benar untuk Negeri ini, Jujur untuk Rakyat, mereka yang tak mengkhianati Indonesia
Sekali lagi aku mengutip apa yang ditulis oleh Anis Matta “ Ditengah badai ini kita merindukan pahlawan itu. Pahlawan yang, kata Sapardi, "Telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menerah". Pahlawan yang, kata Chairil Anwar, "berselempang semangat yang tak bisa mati".

Jumat, 04 November 2011

TOLAK EKSPLOITASI WANITA OLEH PERUSAHAAN



Perempuan “Tereksploitasi
By Ria Bustanudin

            Berbicara masalah ekonomi dari jaman dahulu hingga kini di Indonesia umumnya dan beberapa daerah khususnya  perempuan dijadikan tulang punggung ekonomi keluarga, dipulau Jawa perempuan bersama-sama dengan pria turun ke sawah, di perkampungan-perkampungan para perempuannya turut menggembalakan ternak miliknya atau milik orang lain dimana dengannya  dia mendapat upah, bahkan di pasar-pasar tradisional wanita mendominasi sekira 80% hingga 90% persen, dan juga pekerja wanita (Pramuniaga) di mal-mal yang berkisar antara 70% hingga 80% wanita. Dalam dunia kerja perempuan memegang peranan sangat signifikan detik finance mencatat bahwa di tahun 2007 Jumlah perempuan yang bekerja jumlahnya semakin banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Agustus 2006 hingga Agustus 2007 jumlah pekerja perempuan bertambah 3,3 juta orang penyebab terjadinya peningkatan jumlah pekerja perempuan adalah adanya unsur keterpaksaaan yang harus dijalani kaum perempuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Peningkatan jumlah pekerja perempuan sebagian berasal dari perempuan yang sebelumnya berstatus mengurus rumah tangga (bukan angkatan kerja). Di sisi lain peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan terjadi di sektor informal yang memberikan adanya indikasi kemudahan keluar masuk pasar tenaga kerja. Sementara itu pertambahan jumlah pekerja laki-laki hanya sebesar 1,1 juta orang. Jumlah pekerja laki-laki itu terserap di sektor jasa dan konstruksi. Peluang ini berpotensi menjadikan pekerja -  pekerja perempuan  menjadi korban eksploitasi terbesar dalam sistem neoliberalisme.             Eksploitasi  terhadap perempuan tidak lagi berkisar antara kekeresan fisik atau pelecehan seksual yang lazim terjadi atau penindasan terhadap perempuan sifatnya bukan hanya yang dapat terlihat oleh mata seperti, upah buruh perempuan yang rendah, atau pendidikan dan kesehatan yang terlalaikan oleh negara, namun lebih dari itu aksi-aksi penindasan terhadap perempuan justru lebih menyentuh ke kesadaran mereka. Jika dulu ketika R.A Kartini memperjuangkan pendidikan yang setara antara  wanita dan pria di zaman penjajahan dengan membela kepentingan wanita yang tertindas maka kini wanita kembli ditindas oleh kebengisan zaman dimana wanita ditindas oleh pemilik modal yang bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya menjadi. Pemilik  modal berlomba-lomba mengeksploitasi perempuan. 
            . Belum lagi Iklan-iklan di media cetak dan elektronik pun sebagian besar menjadikan perempuan sebagai modelnya. Salah satu contoh Saat ini pramuniaga-pramuniaga yang bekerja di mal-mal khususnya di kota pekanbaru menjadi objek eksploitasi terbesar termasuk juga iklan-iklan yang memajang perempuan sebagai modelnya.             Disadari betul oleh pemilik modal ketika era pasar bebas masuk kaum penumpuk modal itu bukan hanya mengembangkan pembuatan produk, tetapi juga mengontrol kesadaran massa tentang tubuh melalui pencitraan tubuh ideal lewat berbagai media, dan antara lain via propaganda iklan. Dan itu dicitrakan melalui perempuan. Perempuan yang berkerja di hotel dan mal-mal di kota pekanbaru saat ini 70% nya menjadi objek eksploitasi. Ditambah lagi RUU tenagakerjaan yang mengatur khusus untuk perempuan belum terlalu jelas dan belum memberi perlindungan aman bagi pekerja terutama pekerja wanita  . Tuntunan ekonomi yang menjadi penyebab  perempuan-perempuan muda lulusan SMA/SMK ini harus  untuk menjadi tulang punggung keluarga.  Banyaknya Mal, Hotel dan Bank (khusunya Bank Konvensioanal) yang saat ini berkembang pesat di Pekanbaru menjdikan lapangan kerja untuk perempuan terbuka  lebar. Pramunia-pramuniaga atau yang biasa disebut sales promo girl tersebut memaksanya memakai pakaian yang membuka aurat,  rok diatas lutut, belum lagi kewajiban memakai high heels yang jelas-jelas tidak membuat nyaman dan bisa merusak kesehatan jika digunakan terus menerus, jam kerja yang sama antara wanita dan pria. Ditambah lagi upah minimun saja belum mampu memenuhi kebutuhan si perempuan tersebut ditambah lagi dengan jam kerja yang kadang tidak sesuai. Para perempuan yang bekerja di bandara juga tak lepas dari eksploitasi kapitalis, bandara sebagai gerbang masuk nya wisatawan atau tamu dari luar kota dimana image kota yang seharusnya menjadi pencitraan sebagai kota melayu ketike menginjakkan kaki disana kekhasaan dari Pekanbaru tercermin justru tidak terlihat  ketika perempuan –perempuan penjual makanan atau souvenir khas yang ada disana terlihat sama saja dengan  pekerja-pekerja perempuan di kota-kota lain di Indonesia. Ciri sebagai kota melayu pun tak terlihat . apatah lagi jika kita melihat di Mal-mal atau hotel pekerja wanitanya wajib memakai rok mini diatas lutut sedangkan pekerja pria memakai pakaian tertutup rapi. Ironis namun  bisa jadi bukan karena keinginan mereka tapi tuntutan pekerjaan. Ulfah Nurhidayah dalam blog nya yang berjudul Wajah perempuan di Dunia iklan mengatakan bahwa  Manusia saat ini tengah memperalat dan mengeksploitasi satu sama lain. Dalam hal ini hidup sedang disangkal, karena kerja yang seharusnya menjadi ekspresi dan kreatifitas kemakhlukan, menjadi kerja yang terpaksa, untuk mendapatkan upah, untuk sekedar dapat bertahan hidup.” Bisa jadi saat ini pekerja wanita di Riau ini tidak lagi dipekerjakan secara manusiawi tapi lebih kepada keterpakasaan untuk sebuah tuntutan ekonomi keluarga. Pemilik modal tidak lagi peduli dengan etika dan nilai.
            Sekarang ini citra perempuan yang lebih banyak dipengaruhi oleh pencitraan iklan menjadikan perempuan sebagai penarik konsumen ketimbang menaikkan kualitas produk sekarang ini citra perempuan yang dianggap baik adalah yang terlihat cantik, seksi, disukai banyak lelaki, memiliki sifat konsumtif, dan lain-lain. Nilai-nilai yang sejatinya harus ditanamkan tidak terlihat sedikitpun. Hal tersebut akan berimplikasi pula pada kultur perempuan Indonesia itu sendiri. Bertolak dari stereotip yang dipaksakan oleh media, secara perlahan dan tidak disadari kultur perempuan Indonesia akan bergeser ke arah stereotip itu. Nilai-nilai ketimuran yang menjunjung tinggi nurani yang dimiliki perempuan indonesia, perlahan-lahan tergantikan oleh budaya materialistik. Stereotip ini akan menyeret orang memandang dari segi kecantikan lahiriah saja. Tentunya hal ini sangat memiriskan hati.  Pekerja perempuan tidak lagi terlindungi  hak-hak dan kewajibannya. Belum lagi kepedulian perusahaan terhadap hak kesehatan pekerja wanitanya. Hak cuti haid dan melahirkan telah diatur dalam UU ketenakarjaan namun sering diabaikan oleh perusahaan.
  Padahal seperti ditegaskan diatas jumlah pekerja perempuan baik di sektor formal maupun informal sangat besar, yaitu sebanyak 39,95 juta jiwa, dengan 25 juta di antaranya berada dalam usia reproduksi 15-45 tahun. Kelompok usia reproduksi itu dinilai membutuhkan perhatian khusus sesuai kodratnya dan sudah dijamin dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan ini kiranya menjadi PR besar bagi pemerintah daerah dan pusat. UU ketenagakerjaan masih sangat lemah untuk melindungi hak buruh dan pekerja terutama disini perempuan. Pemerintah harus tanggap dalam memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang membela kaum perempuan. Dan  tidak muluk-muluk juga jika kita berharap agar tidak lagi ada pengeksploitasian perempuan baik dalam tampilan iklan cetak/elektronik atau  pekerja perempuan yang dipaksakan memmenuhi keinginan perusahaan atau apapun bentuk penindasan yang berada dalam lingkaran liberal – kapitalistik dengan cara mengkontrol ketamakan pasar dan mengembalikan keadilan ekonomi di tangan rakyat. 
            Dan yang terpenting dari itu semua itu hharus dikembalikan kepada perempuan itu tersebut. Negara bertanggung jawab mengembalikan kepentingan dan hak-hak terhadap perempuan jika Iran mampu membuat kebijakan dengan membuat beberapa kebijakan yang memihak wanita diantaranya jam kerja perempuan lebih singkat ketimbang laki-laki dan menekankan  perempuan prioritas utamanya adalah keluarga. Maka Tidak heran jika Ahmadinejad sangat didukung oleh kaum wanita disana karena kebijakan yang berpihak pada perempuan. Perempuan dibalik kelemahan dan kekuatannya memliki peran masing-masing . Jika negara masih menjadikan perempuan sebagai objek  maka perempuan selamnya akan dieksploitasi. Isu gender yang diusung oleh aktivis gender malah terlihat tidak membela kepentingan perempuan tersebut ataupun bahkan di beberapa daerah yang pemimpin daerah nya seorang wanita saja hak-hak terhadap perempuan masih sering terabaikan bahkan kekerasan terhadap perempuan terus saja meningkat bahkan sampai sekarang perempuan masih dipekerjakan ditempat-tempat umum yang rentan pelecehan.  
            Sesungguhnya Tidak ada yang meragukan kekuatan seseorang wanita namun alangkah lebih indah dan terhormat  jika perempuan indonesia kembali menjadi perempuan yang memiliki nilai berdasarkan norma dan aturan agama  Dari zaman penjajahan wanita telah turut berjuang membela negara ketika suaminya gugur sang wanita menggantikan peran suamniya bukankah dalam Al-Quran Islam telah menggambarkan bahwa wanita adalah tiang agama jika perempuannya baik maka baiklah negara itu jika perempuan rusak maka rusak lah negara tersebut. Maka jangan rusak perempuan indonesia untuk mendapat keuntungan semata dan kembalikan wanita dalam kondratnya sebagai tiang negara
 TOLAK EKSPLOITASI WANITA OLEH PERUSAHAAN


Selasa, 01 November 2011

Ria Bustanudin Staff Bidang Kebijakan Publik Pengurus Daerah KAMMI Riau



Pemuda berkarakter = Pemuda Berdaya saing Tinggi
Ria Bustanudin
Staff Bidang Kebijakan Publik Pengurus Daerah KAMMI Riau

Tidak salah jika pemuda disebut sebagai agen perubahan sekaligus generasi harapan bangsa, ditangan pemuda lah sebuah perubahan tercipta. Secara empiris pemuda adalah seseorang yang   to be more dynamics and successful”. Seseorang yang dinamis, memiliki cita-cita besar untuk bangsa, selalu optimis, Berpikiran untuk masa depan yang cerah. Masa depan ada di tangan pemuda, masa depan yang penuh gejolak, turbulensi global, keraganan, kompleksitas dan perubahan yang cepat. Salah satu hal yang membuat pemuda penting adalah keberadaan mereka mengisyaratkan adanya semangat perubahan. Jiwa mereka masih segar dan baru. Kaum muda cenderung berani mengambil keputusan, tanpa takut akan resiko yang akan dihadapinya. Bahkan terkadang, pengambilan keputusan mereka dianggap gegabah. Hal ini disebabkan karena jiwa mereka yang bergejolak dan menyala-nyala. Pada usia muda, manusia masih memiliki fisik yang segar, otot yang kuat serta semangat dan kecerdasan yang bisa diandalkan untuk memberi perubahan. Akan tetapi pemuda yang bisa mengubah peradaban bukanlah sembarang pemuda. Mereka adalah pemuda-pemuda yang memiliki kualitas diri yang bisa diandalkan.


Gerakan tahun 1998 juga merupakan gerakan yang dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa dimana sebelumnya gerakan-gerakan massiv melawan ketidakadilan di Indonesia juga dimotori oleh pemuda dan mahasiswa. Tidak hanya di Indonesia di belahan dunia lain nya pemuda juga  mengambil peran besar. Dalam sejarah Islam tercatat ada banyak Sahabat Rasulullah yang masih muda belia namun telah menjadi pimpinan perang pada saat itu. Namun saat ini menilik dari kondisi kekinian Indonesia ketika semangat sebagiannya untuk menjadi pembaharu maka disisi lain tak dapat dinafikan bahwa pemuda Indonesia masih jauh dari ideal. Sebagai Negara berkembang Negara ini masih mengantongi banyak masalah. Salah satunya adalah hilangnya karakter seorang pemuda dalam diri pemuda itu sendiri. Berjuta persoalan yang menghinggapi pemuda mulai dari penggunaan narkoba, krisis identitas, seks bebas, tawuran, kejahatan dan lain-lain. Dan dengan kompleksnya persoalan-persoalan itu terkadang memunculkan sikap pesimistis terhadap pemuda itu sendiri. Padahal pemuda seperti yang saya sebutkan di atas maka tentunya harapan-harapan besar itu ada ditangan pemuda. Namun bagaimana jika kualitas pemudanya jauh dari harapan. Pemudanya kehilangan karakter sebagai pemuda itu sendiri.
seorang pemuda tidak mungkin bermetafosis menjadi tokoh yang besar jika tidak memiliki kualitas individu yang mendukung. Ia tidak akan bisa memberi warna bagi perubahan jika pemuda tersebut hanyalah ”pemuda biasa-biasa saja”. Kualitas yang dimaksud di sini bisa dalam berbagai aspek seperti intelektual, finansial, maupun kemampuan dalam memimpin. Satu hal yang perlu diketahui bahwa ketika seorang pemuda hanya dibekali dengan materi atau pendidikan tetapi tidak memiliki karakter yang siap memberi perubahan, maka semua itu akan sia-sia. Ilmu yang dimiliki akan terpendam dalam dirinya. Oleh karena itu dibutuhkan sosok pemuda yang siap dari berbagai aspek dimana ia memiliki pengetahuan dan karakter yang bisa mengubah peradaban menjadi lebih baik.
Saya berpikiran jika setiap pemuda mengetahui dan mengenal siapa dirinya maka niscaya persoalan-persoalan terkait pelanggaran  moral tidak akan ada lagi. Namun masalahnya saat ini Indonesia belumlah terlalu serius dalam membentuk dan mengarahkan  karakter pemudanya. Pendidikan yang ada di sekolah-sekolah formal saat ini masih sangat kaku dan hanya berfokus pada kognitif semata. Belum mampu memproduk manusia Indonesia menjadi manusia seutuhnya. Konsep kepemimpinan untuk membentuk karakterk pemuda yang tangguh menjadi wacana yang menarik.  Dalam upaya membangun capasitas personal (personal capacity building) pemuda maka perlu dibangun kepribadian yang memiliku  Pengetahuan Ke-agaman-an, pemuda itu harus memiliki ilmu pengetahuan dasar keagamaan, dan wawasan sejarah dan wacana keagamaan. Pengetahuan ini harus dimiliki agar pemuda  memiliki sistem berpikir agama dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara pandang sesuai dengan pandangan agama. Kemudian membangun kredibilitas Moral, pemuda itu harus memiliki basis pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistens. Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan pengetahuan dan pendidikan serta pengalaman yang dimilikinya. Dan yang paling penting pemuda itu harus memiliki  Wawasan ke-Indonesia-an yang baik, dan dia  memiliki pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan bangsa, sehingga pemuda yang dihasilkan dalam proses selain memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi praktis dan komprehensif. Wawasan ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an, realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner. Lalu kemudian pemuda itu harus pakar dan profesionalisme dalam bidang yang digemari atau disukainya pemuda wajib menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah syarat mutlak yang kelak menjadikan pemuda sebagai referensi yang ikut diperhitungkan publik.
Kepemimpinan,Kompetensi kepemimpinan yang dibangun pemuda adalah kemampuan memimpin gerakan dan perubahan yang lebih luas.. Sosok  pemuda tidak sekedar ahli di wilayah spesialisasinya, lebih dari itu ia adalah seorang intelektual yang mampu memimpin perubahan. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, dia juga harus memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan terjadi akselerasi perubahan.
Diplomasi dan Jaringan, pemuda adalah mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan mengkomunikasikan pemikirannya atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.
Pentingnya membangun karakter pemuda agar bisa memiliki daya saing yang tinggi inilah yang menjadi titik tolak saya dalam penulisan makalah ini. Karena, walaupun di Indonesia ini banyak pemuda namun jika tidak mempunyai daya saing yang tinggi maka tidak akan dapat dibanggakan sebagai pencetus perubahan bangsa. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemuda yang memiliki karakter-karakter positif yang mampu membawa perubahan di bidangnya masing-masing. Bukan hanya daya saing tinggi, nilai manfaat bagi masyarakat juga dibutuhkan karena dengan memiliki jiwa yang peduli pada masyarakat maka ia tidak hanya sekedar mengejar kesuksesan diri sendiri semata tetapi juga memikirkan sesamanya. (Ria Bustanudin)