Total Tayangan Halaman

Kamis, 16 Juni 2011

HTI diPulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Antara tidak berdayanya Masyarakat dan Arogansi Perusahaan (Presma UIR)

HTI diPulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti,
 Antara tidak berdayanya Masyarakat dan Arogansi Perusahaan


Polemik mengenai pembukaan hutan tanaman industri (HTI) di tiga pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti sampai hari ini tak kunjung selesai, Pro kontra pembukaan lahan HTI ini belum ada tanda-tanda akan segera reda, Pihak perusahaan PT. RAPP yang telah mengantongi izin dari Menteri Kehutanan RI merasa tidak bersalah, Sementara masyarakat di sekitar areal pembukaan lahan bersikukuh tidak rela hutannya digunduli perusahaan dan ditanami akasia.
Semua punca masalah bermula semenjak Di keluarkanya Surat SK IUPHHK-HTI defenitif melalui keputusan menteri kehutanan Nomor: SK.327/MENHUT-II/2009 Tanggal 12 Juni 2009. Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Riau Andalan Pulpand Paper (PT RAPP) termasuk di Kabupaten Kepulauan Meranti, SK Menhut tersebut tentu tidak begitu saja turun tiba-tiba. Izin itu pastilah didukung oleh rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, apapun bentuk surat dukungannya.
            Kalau kita melihat dengan seksama ada beberapa permasalahan mendasar yang terjadi, PERTAMA ada kejanggalan dan cacat Administrasi dalam proses perizinan dan Penerbitan SK MENHUT 327/2009 yang di keluarkan menteri kehutanan tanggal 12 juni 2009. Kejanggalan dalam proses perizinan ini banyak sekali kita temukan dalam proses sampai keluarnya SK ini, antara lain:
1.      Nomenklatur Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati serta surat Menteri memakai istilah penambahan/perluasan, akan tetapi surat Keputusan Menteri memakai istilah perubahan dan istilah tersebut tidak ada dasarnya dalam ketentuan dan peraturan bidang kehutanan.
2.      Keputusan Menteri Kehutanan tersebut tidak mengakomodir pada rekomendasi Bupati dan Gubernur Riau.
3.      Masih ada areal tersebut yang belum di alih fungsikan sehingga tidak memenuhi syarat diberikan izin perluasan/penambahan areal Hutan Tanaman Industri (Areal HTI seharusnya pada kawasan hutan produksi)
KEDUA, Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 dan Keppres no 32 tahun 1990, jelas mengatakan menyatakan bahwa semua area gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, harus diperuntukkan bagi daerah lindung, dan tidak boleh alih fungsikan. Jelas aturan ini bertentangan dengan yang terjadi di lapangan, Konsesi yang diajukan PT. RAPP lewat anak perusahaannya jelas berada di atas lahan-lahan gambut, yang pembentukannya sudah sejak ribuan tahun lalu. Dalam asesmen tentang pengaruh dampak lingkungan di area konsesi tersebut dinyatakan bahwa kedalaman area gambutnya setidaknya lebih 4 meter. Paling tidak ketebalan lahan gambut di pulau Padang, kedalamannya mencapai 12 meter (Brady 1997).
KETIGA, Pulau padang yang memiliki total luas 110.000 hektar menurut SK Menhut No 327 sebanyak 43.000 hektar menjadi wilayah konsesi RAPP, atau sekitar 40% dari total Luas keseluruhan pulau. Padahal pulau ini dihuni sekitar 40.000 jiwa penduduk yang tersebar di 13 Desa/kelurahan, bisa dipastikan wilayah konsesi ini juga termasuk kebun – kebun dan lahan masyarakat yang ada disekitar wilayah konsesi perusahaan. Sehingga lahan yang diperuntukan bagi masyarakat untuk bercocok tanam dan mengembangkan pertanian akan semakin tergusur.
Menyikapi Permasalahan ini Kita memang patut risau, karena konflik dilapangan sudah mengarah menjadi konflik horizontal, yang tenetu kalau di biarkan akan menimbulkan korban jiwa. ketika pihak yang seharusnya menyelesaikan permasalahan ini, tak kunjung bicara. Padahal baik pemerintah daerah kabupaten dan provinsi maupun lembaga DPRD memiliki alat kerja yang bisa membantu mencarikan jalan keluarnya atas permasalahan ini. Bukannya anggota dewan kita DPRD, baik kabupaten maupun provinsi, bias mendengar dan mengumpulkan aspirasi dan kehendak masyarakat yang selama ini selalu dirugikan. Mungkin setelah timbul korban jiwa semua pihak baru serius menyelesaikan masalah ini.

Kalau tujuan investasi HTI ini bertujuan demi kelancaran pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengapa harus dengan Hutan Tanaman Industri. Karena dalam sejarah panjang HTI di propinsi riau, tidak ada kaitan langsung keberadaan perusahaan dengan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar wilayah konsesi. Karena yang menikmatinya justru adalah penduduk pendatang dan para pejabat yang mendapat fasilitas dari perusahaan, masyarakat tempatan hanya menjadi penonton dan pekerja kasar. 

Mengapa pemerintah tidak mencari cara lain kalau untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar, ada banyak solusi yang ada dengan menyesuaikan dengan potensi yang ada di masyarakat, misalnya dengan membuka perkebunan Sagu dan karet yang jelas-jelas ramah lingkungan serta bisa memberdayakan masyarakat sekitar.

Sekali lagi kita bertanya, ada kepentingan apa dibalik semua ini, apakah Gubernur Riau, Bupati dan DPRD memang sudah mati rasa terhadap keluh kesah dan penderitaan masyarakat, atau mereka terkalahkan oleh arogansi sang kapitalis Perusahaan, yang setiap saat menumpuk kekayaan pribadi dengan mengeruk kekayaan alam dan menebar kesengsaraan diBumi Pertiwi yang kita cintai.

Apakah kita diam dan berpangku tangan? Membiarkan alam dirusak dan di hancurkan oleh segelintir orang, dan kita semua yang akan menuai semua akibat yang terjadi jika alam sudah tidak bersahabat. Semua tergantung kita, diam membisu? Atau bergerak dan berbuat!!

1 komentar:

  1. Afwan.. Ana ndag bisa ikut aksi hari ini.
    Ana emang termasuk org2 yang lemah imannya.

    BalasHapus