Total Tayangan Halaman

Minggu, 23 Desember 2012

Berkarya dan berbuat, jangan berhenti

Sabtu pagi ini bersiap siap untuk mengikuti sebuah acara yang di sms oleh salah seorang akhwat teman ku di satu organisasi, setelah selesai melakukan pekerjaan rumah , dan urusan pribadi aku pun segera menuju ke lokasi,  namun sebelumnya aku ada janji untuk menjemput Resti dulu, kebiasaanku dari dulu jika ada kegiatan – kegiatan seperti ini aku selalu mengajak akhwat akhwat di dekatku, aku ingin mereka dan aku sama sama belajar setiap harinya tidak peduli seperti apa bentuk belajar nya. Aku sadar aku  tidak bisa membekali kehidupan ini dengan teori teori di majelis atau forum bagi ku mengikut sertakan mereka dalam kehidupan yang real jauh lebih bermanfaat. Seperti  banyak nya manfaat yang aku dapatkan disini aku pun juga ingin mereka merasakan hal yang sama.
Walau sudah sedikit telat dari waktu yang di sms oleh temanku kami masih menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu tidak mau mengambil resiko dengan serangan maag yang akan menganggu aktifitas seharian ini mengingat masih banyak yang harus aku lakukan. Semangkuk bubur ayam  kami santap dengan lahapnya.  Selesai sarapan kupacu kendaraan lansung ke tempat acara, pagi ini kami dimintai tolong untuk menyebarkan 1000 bunga sempena dengan hari Ibu  oleh Ibu Iin istri dari wakil walikota Pekanbaru. Karena kedatangan kami yang telat rombongan telah bergerak duluan, janjian bertemu di tugu Zapin alih alih kami putar arah kendaraan menuju Jl sudirman setelah sebelumnya kami sempat menyusul rombongan di RS Zainab. Tak beberapa lama kami sampai di Tugu Zapin tepat di samping Mapolda Riau.  Kami  akhirnya bertemu dengan rombongan Ibu ibu dari Yayasan Peduli Keluarga pimpinan Ibu Iin sendiri. Akhirnya demi menghemat waktu mengingat bunga yang akan di bagikan masih cukup banyak maka rombongan pun dibagi beberapa kelompok menyebar ke berbagai pusat keramaian di Kota Pekanbaru.





Pasar bawah pun menjadi tujuan aku dan Resti  untuk menyebarkan bunga, sebagian kelompok ada yang ke pasar pusat, pasar pagi di Jl Arengka.  Setiba di sana setelah memarkirkan kendaraan kami segera melangkahkan kaki menuju lapak penjual sayuran, Ibu ibu yang ditemui kami berikan bunga, dengan tak lupa menyampaikan salam dari Ibu Iin, tidak hanya Ibu ibu bapak bapak penjual Ikan pun ikut meminta bunga alasannya buat dibagikan ke Istrinya dirumah.”buat orang rumah nak..” kata sang bapak, Ibu ibu yang tidak mengerti maksud kami memberi bunga bertanya ini dan itu, kenapa  Buk Iin (sapaan akrab Istri wakil walikota) menyebarkan bunga nak..?, bahkan ada yang request “nak Ibuk minta yang warna merah ya..Ibu suka warna merah”, bahkan ada yang titip salam “nak salam ya buat Ibu cahyadi ..” bahkan engkong-engkong cina yang tengah menjaga toko pun ikut menyerbu kami, si engkong entah apa maksudnya bahkan meminta  dua tangkai.. bahkan seorang Mbak mbak penjual koran malah meminta bunga kami untuk Ibunya yang tengah sakit dirumah sakit. “Mbak minta ya buat Ibu saya yang lagi sakit ya..” kelakar-kelakar penghuni pasar ini menyejukkan hati kami, kebersamaan tanpa embel embel, yap..hanya untuk berbagi kebahagiaan di hari  ini tanggal 22 desember , walau sesungguhnya budi baik seorang Ibu tak akan pernah bisa terbalasakan bukankah kita hanya di minta berbuat baik saja, karena jasa ibu tak akan bisa dibalas walau laut dan isinya ditangkupkan.  
Lega rasanya harus berbagi dengan mereka semua, momen momen seperti ini tentu tak bisa kita rasakan jika kita tidak langsung bertemu dengan mereka, ada kepuasaan yang terpancar dari raut wajah pedagang  di pasar  ini, dari masyarakat yang di katergorikan menengah kebwah, dari orangorang yang sering kita katakan sebagai masayarakat yang kurang pendidikannya, lalu tahu apa kita tentang kesusahan hidup mereka, dari jerit pahit mereka, bahkan untuk menebus obat yang paling murah sekalipun. Kita sering  membuat  kajian kajian teoritis tentang kesusahan hidup mereka, tapi semua sayangnya hanya sampai di wacana saja tanpa eksekusi, ya..bagaimana mau eksekusi, jika mengurusi diri sendiri kita tak selesai. Padahal  sering kita katakan di orasi orasi ilmiah yang seolah olah begitu sangat ilmiah, dengan narasi narasi yang terlihat sangat luar biasa.lalu kapankah kita turun, kenapa terlalu lama kita memberi alasan untuk menyentuh mereka , kita masih berkutat di urusan internal saja, mengurus alas an alas an kemalasan kita. Ah..lalu apa bedanya kita dengan mereka yang juga hanya sampai di konferensi atau debat tak ada penghujungnya itu.
Teringat kembali beberapa bulan yang lalu ketika  mengawal kegiatan SISTER di daerah Tenayan Raya daerah Badak, daerah yang mayoritas penduduk nya membuat batu bata, bertemu dengan ibu ibu majelis taklim yang semua nya hidup dalam kesederhanaan, bahkan Musholla pun sangat terlihat ala kadarnya, tak ada pagar pembatas antara jalan dengan halaman, dalam keadaan penuh dengan keterbatasan mereka tak lupa untuk senantiasa memuliakan tamu, sajian kue sederhana tetap mereka suguhkan kepada kami, acara sore itu berakhir dengan penuh harapan dari Ibu ibu disana, betapa mereka sudah sangat merindukan perubahan.
Ah…kadang aku berfikir, dan aku mulai dengan melihat realita disekelilingku, mahasiswa dengan segala permasalahannya, urusan akademis, perkuliahan, tugas  yang telah menyita kehidupan mereka dengan realita sosial, apakah memang kehidupan kampus sekarang telah menjadi jurang pemisah realita itu? Entah lah.. lalu ada sekelompok lagi yang sibuk berkutat dengan organisasi namun tak pernah selesai dengan urusan urusan yang bahkan sangat sepele, lalu sering aku bertanya apa mereka dilahirkan hanya untuk berwacana saja,mereka yang menamai diri mereka dengan pejabat kampus pun kadang hanya sibuk di urusan menghadiri seminar, simpsoium atau mengahdiri undangan dan di akhir masa kepengurusan sibuk foto bareng, tidak kah amanah sekecil apapun akan dipertanggung jawabkan di hadapanNya kelak. Ya..lagi lagi aku berfikir bahwa masyarakat Indonesia ini adalah tipikal orang yang sangat sabar dalam penantian, bagaimana tidak dia harus sabar melihat pertikaian elit politik yang hidup dalam kemewahan yang selalu membawa nama _atas nama rakyat_ ke mana pun dia pergi, bahkan rakyat harus sabar menahan air liur melihat pemimpin nya menyantap kehidupan mewah, mereka harus selalu bersabar  dengan fasilitas umum yang sangat tidak layak yang diberikan oleh pejabatnya. Namun aneh nya   bapak bapak pejabat itu masih bisa dengan bangganya mengatakan di baliho bahwa mereka adalah sosok yang sangat merakyat, peduli dan penuh integritas dimana mereka mengatakan itu ketika istri dan anaknya tampil mentereng meminjam uang rakyat. Ah.. kasihannya menjadi rakyat Indonesia..
Dan kini berpuluh tahun sejak Soeharto menjajah Indonesia ditambah pasca lengesernya ke Primbon  oknum oknum penikmat uang rakyat masih banyak di negeri ini  namun beberapa muncul  dengan melawan arus politik yang kejam, mereka yang berani mengatakan tidak pada KKN, mereka yang amanah, mereka yang tampil sederhana dan narasi narasi mereka telah terwujud dalam perilaku dan masyarakat pun bangga pada mereka mereka yang jumlah nya sangat sedikit itu. Tentu nya Indonesia butuh sangat banyak sosok sosok amanah itu, tidak cukup 100 tetapi harus ribuan atau bahkan jutaan.
Di hari Ibu ini aku berfikir kembali bahwa setiap perempuan yang lahir di Indonesia ini mempunyai “kewajiban” untuk melahirkan pemimpin pemimpin luar biasa , setiap kita baik laki laki dan perempuan wajib berbuat baik dan menyebarkan kebaikan itu kepada semua orang. Kita tidak bisa duduk diam saja tapi harus berbuat, lakukan kebaikan sekecil apapun untuk mereka masyarakat yang membutuhkan perubahan, meyuapi  tentu bukan perkara bijak tetapi memberikan kail mungkin bisa jadi alternatif  untuk membuat hidup mereka lebih baik. Aku sering terkagum kagum pada sosok Ibu ibu penggerak di sekelilingku yang luar biasa, Ibu ibu yang tak kenal henti memberikan kebaikan, tanpa melalaikan kewajiban sebagai seorang Istri, mereka tak pernah kenal  lelah mengajarkan kebaikan kepada orang lain,di manapun orang orang itu berada. Tak ada keletihan dan keluh kesah pada wajah mereka.mereka yang kusebut dengan perempuan penginspirasi  untuk hidup ku. Ah.. ibu ibu luar biasa.. seperti Mama ku yang juga luar biasa, yang tak pernah melarang ku untuk berkarya dan berbuat untuk orang banyak. Mama dan Ibu ibu itu luar biasa.
Dan  izinkan aku berkata kepada ibu ibu pembuat batu bata, ibu penjual kue, ibu ibu penjual koran, ibu guru, ibu ibu pemetik sayuran , ibu penjual jamu, mohon izinkan aku dan teman teman ku yang sevisi dengan ku  atas nama kalian berjanji untuk tetap berkarya dan berbuat, bersama sama menyonsong perubahan. Izinkan kami  menyentuh kalian, senyum kalian yang jauh dari polesan make up, jauh dari gemerlapnya eye shadow ,lipstik ,atau  blus on mahal menjadi kebahagaian bagi ku.  
Ria Bustanudin
Ketua Salimah kec. Tenayan Raya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar